Pertumbuhan Ekonomi Inggris Diprediksi Melambat
Pertumbuhan Ekonomi Inggris Diprediksi Melambat
Pertumbuhan Ekonomi Inggris Diprediksi Melambat.
Confederation of Business Industry (CBI) pada Senin, 5 Desember 2022, memperingatkan pertumbuhan ekonomi Inggris bisa terperosok 0,4 persen pada tahun depan menyusul inflasi di Inggris yang masih tinggi. Perusahaan-perusahaan pun disarankan untuk menahan investasinya.
Laporan CBI menyebut Inggris sudah jatuh ke lubang resesi yang pendek dan dangkal yang akan membuat investasi di sektor bisnis 9 persen di bawah level 2019 dan produktivitas 2 persen di bawah trend pra-pandemik Covid-19 yang berakhir pada 2024.
“Lemahnya produktivitas dan investasi bisnis yang terus-menerus bukan pertanda baik bagi potensi pertumbuhan ekonomi Inggris,” demikian keterangan CBI.
BACA JUGA : Perdana Menteri Peru Mundur karena Kongres Menolak Mosi Percaya
Inflasi di Inggris pada Oktober 2022 menembus rekor tertinggi dalam 41 tahun, yakni 11,1 persen. Pada tahun depan, inflasi Inggris diperkirakan 6,7 persen dan 2,9 persen pada 2024.
CBI memprediksi Inggris akan mengalami resesi terburuk kedua di kalangan negara-negara Eropa setelah Jerman.
“Inggris berada dalam stagflasi dengan meroketnya inflasi, pertumbuhan ekonomi yang negatif, anjloknya produktifitas dan investasi bisnis. Perusahaan – perusahaan melihat adanya potensi pertumbuhan ekonomi, namun ada tidak cukup ada alasan untuk meyakini dalam menghadapi tantangan. Ke depan sehingga menyebabkan perusahaan-perusahaan itu tidak mengucurkan investasi pada 2023,” kata Direktur CBI Tony Danker.
CBI menyarankan Pemerintah Inggris agar membuat visa kerja paska-Brexit. Sehingga bisa lebih fleksibel dan mengakhiri apa yang dilihat sebagai sebuah larangan. Yang efektif untuk membangun turbin angin barat serta memberikan insentif pajak yang lebih besar pada sektor investasi.
CBI menilai rencana Pemerintah Inggris perlu dibangun untuk meningkatkan produktivitas dan meningkatkan suplai tenaga kerja karena Inggris adalah satu-satunya negara ekonomi maju dengan sedikit tenaga kerja dibanding sebelum pandemi Covid-19.